Dalam banyak tradisi keagamaan, peran perempuan sebagai pembawa pesan dari Tuhan mungkin tidak sebanyak laki-laki. Apalagi dalam tradisi masyarakat yang dominan patriarkhi, peran perempuan – kalaupun ada biasanya jarang dicatat.
Meski demikian, Alkitab sejatinya mencatat nama-nama sejumlah perempuan yang menyampaikan nubuat. Bahkan beberapa orang perempuan jelas-jelas disebut sebagai nabi perempuan (nabiah).
Dalam Perjanjian Lama kada nama Miryam, Debora dan Hulda yang jelas-jelas disebut sebagai nabiah. Ketiga orang ini juga disebut menyampaikan pesan langsung dari Tuhan, baik kepada umat Israel secara keseluruhan maupun secara spesifik kepada para pemimpinnya. Bahkan, Debora yang adalah nabiah, juga memerintah sebagai hakim atas seluruh Israel. Ia pun ikut maju berperang bersama-sama bangsanya.
Ada pula nama Noaja, seorang nabiah namun diceritakan menghalangi Nehemia dalam proses pembangunan tembok-tembok Yerusalem (Nehemia 6:14). Sekalipun perilakunya dianggap menentang hal yang dikehendaki Tuhan, namun keberadaan ini jelas menunjukkan nabiah juga punya posisi untuk didengar sebagai nasehat bagi bangsa Israel.
Tradisi Talmud juga memasukkan nama Sara, Hana ibu dari Samuel, Abigail istri dari Daud dan Ester sebagai orang yang tergolong nabiah. Sebab dalam penceritaan kisahnya, mereka juga disebut menyampaikan pesan Tuhan bagi bangsa atau pemimpin Israel.
Dalam Perjanjian Baru juga ada beberapa nubuatan yang disampaikan oleh perempuan. Hana, disebut sebagai nabi perempuan oleh penulis Injil Lukas (Lukas 2:36). Saat melihat Yesus di bait Allah, Hana bersaksi kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem untuk melihat pada Yesus.
Lukas juga mencatat adanya nabi-nabi perempuan di jemaat Kristen mula-mula saat menyebut ada empat putri Filipus yang beroleh karunia bernubuat (Kisah Para Rasul 21:9).
Kitab Wahyu mencatat ada seorang perempuan jahat yang menyebut diri nabiah dan menyesatkan jemaat di Tiatira (Wahyu 2:20). Meski dalam konotasi buruk, ini kembali lagi mengindikasikan bahwa nabi perempuan adalah hal yang wajar ada di dalam jemaat.
Jadi, meski kekristenan dan lebih lagi tradisi Yahudi kemungkinan besar tumbuh di masyarakat yang terbilang patriarkhis, keberadaan perempuan sebagai pembawa pesan Tuhan adalah hal yang wajar saja terjadi.