Kita tahu, kucing adalah salah satu hewan yang paling banyak dan sudah cukup lama dipelihara oleh manusia. Catatan arkeologis memperkirakan interaksi manusia dan kucing sudah terjadi sejak 8.000 SM. Demikian pula domestikasi kucing sudah terjadi sejak awal kebudayaan Mesir Kuno demikian pula di pusat peradaban sekitar Timur Tengah lainnya.
Budaya Alkitab, yang ada di kitaran wilayah tersebut sudah seharusnya mengenal kucing, sebagai salah satu hewan yang lazim dijumpai di masyarakat. Lantas kenapa Alkitab tidak menyebut kucing sama sekali?
Pendapat paling umum di kalangan pakar biblika adalah terkait alasan tradisi teologis. Menurut pendapat ini bangsa Israel sengaja menjauhi hal-hal yang terkait dengan kebiasaan Orang Mesir. Tiga dewi Mesir, Mafdet, Bastet dan Sekhmet – dewi keadilan, kesuburan dan kekuasaan dilambangkan dengan sosok berkepala kucing. Kucing pun dianggap hewan suci di Mesir.
Tapi alasan ini sebenarnya tidak punya data pendukung. Karena jika berlaku paralel, ada hewan-hewan lain seperti burung, buaya dan anjing, yang juga punya simbol spiritual tersendiri di Mesir. Buaya misalnya, adalah simbol dari Sobek, sosok dewa yang mewariskan kepemimpinan dan inspirasi bagi para Firaun. Demikian pula anjing, adalah representasi dari Anubis, dewa kematian Mesir. Hewan-hewan itu ternyata dibicarakan di Alkitab, bahkan beberapa dengan konotasi positif.
Kalau kita melihat sumber biblika lain di luar 66 Kitab yang diakui Protestan kita mengetahui bahwa kucing disebutkan satu kali dalam Kitab Barukh (Barukh 6:21). Bahkan kalau mau melihat Talmud, ada gambaran yang positif terhadap kucing. Disebutkan seandainya Tuhan tidak menurunkan Taurat, umat tetap bisa belajar kesantunan dari kucing (Eruvin 100 b). Ini bisa jadi isyarat bahwa kucing ternyata tetap diterima secara positif oleh masyarakat Yahudi.
Tapi kalau mau jujur, keengganan akan kucing ini sebenarnya cukup terasa di tradisi kekristenan. Di Eropa Abad Pertengahan, kucing (terutama kucing hitam), sering dibunuh karena diidentikkan dengan kaum penyihir.
Atau dalam nada yang lebih lembut, warga Protestan modern mungkin cukup kenal dengan ilustrasi Teologi Anjing-Kucing (Cat and Dog Theology) yang dipopulerkan Bob Sjogren and Gerald Robison. Ilustrasi yang juga cukup memojokkan si kucing. Dimana anjing dianggap sebagai sosok hamba yang saleh, sementara kucing sebagai si bossy yang egois.
Kecenderungan itu juga dirasakan hingga kini. Dalam studi sederhana Religion News (2020), Anjing adalah peliharaan yang lebih lazim di masyarakat yang punya tradisi Kristen. Sementara kalangan Atheis juga Muslim lebih cenderung memilih kucing.
Padahal, tentu saja, kucing tidak punya salah apa-apa. Sama seperti hewan lain, ia punya natur yang mungkin lebih disukai atau tidak disukai persepsi manusia. Orang Kristen juga banyak yang sayang kucing, bukan?